Wednesday, September 29, 2010

Jihad Para Ibu Dalam Pandangan Islam | email | print | share

Islam mengajarkan bahwa kaum ibu merupakan pehak yang sangat istimewa dan tinggi darjatnya. Oleh itu kita sangat di tuntut dengan hadits yang menjelaskan kewajipan seorang sahabat agar berbuat baik kepada ibunya. Bahkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebut perkara tersebut sebanyak tiga kali sebelum beliau akhirnya juga menganjurkan sahabat tadi agar berbuat baik kepada ayahnya. Jadi kewajipan menghormati dan berbuat baik seorang anak kepada ibunya sepatutnya melebihi daripada penghormatan dan perilaku baiknya terhadap sang ayah.

أَخْبَرَنَا بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي قَالَ

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَبَرُّ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمَّكَ

قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ

ثُمَّ أَبَاكَ ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ

Bahaz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah, kepada siapa aku berbuat kebaikan?. Beliau bersabda: "Ibumu." Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: "Ibumu." Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: "Ibumu." Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: "Ayahmu, lalu yang lebih dekat, kemudian yang lebih dekat." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Kita juga sering dengar hadis yang menyebut beberapa dosa besar dimana salah satunya ialah durhaka kepada kedua orangtua, iaitu ayah dan ibu. Di antaranya:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

عَنْ الْكَبَائِرِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ

Dari Anas ia berkata: Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ditanya mengenai dosa-dosa besar, maka beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang-tua, membunuh jiwa dan kesaksian palsu.” (HR Bukhary)

Bahkan di dalam hadis lainnya disebutkan bahwa kedua orang-tua merupakan faktor yang sangat besar mempengaruhi apakah seseorang bakal menuju ke syurga ataupun ke neraka. Ertinya, perilaku baik seseorang kepada kedua orang-tuanya bakal beroleh kemungkinannya berakhir di dalam rahmat Allah dan syurga-Nya. Sedangkan kedurhakaannya kepada kedua orang-tua bakal besar kemungkinan hidupnya berakhir di dalam murka Allah dan neraka-Nya.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

مَا حَقُّ الْوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا قَالَ هُمَا جَنَّتُكَ وَنَارُكَ

Dari Abi Umamah ia berkata: “Ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, apakah hak kedua orang-tua atas anak mereka?” Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Keduanya (merupakan) surgamu dan nerakamu.” (HR Ibnu Majah)

Hal ini sejalan dengan hadits berikut ini: Dari Abdullah Ibnu Amar al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua." (HR Tirmidzi)

Namun yang menarik ialah ditemukannya hadis yang secara khusus mengungkapkan haramnya derhaka kepada sang ibu. Sedangkan hal ini tidak kita temukan dalam kaitan dengan larangan berlaku derhaka kepada sang ayah. Sudah tentu ini tidak bererti bahwa berlaku derhaka kepada ayah dibenarkan. Yang jelas dengan adanya larangan khusus berlaku derhaka ke ibu cuma menunjukkan betapa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi martabat kaum ibu.

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ

Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Allah melarang kalian durhaka kepada ibu kalian.”(HR Bukhary)

Dalam hadits lain kita juga dapati bagaimana Islam menyuruh menghormati ibu sekalipun ia bukan orang beriman seperti hadits yang diriwayatkan oleh Asma puteri sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq berikut ini:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ

قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ

صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

قُلْتُ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ

Asma binti Abu Bakar berkata: “Telah datang kepadaku ibuku dan dia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Maka aku datang kepada Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam meminta fatwa beliau. Aku bertanya kepada beliau: ”Telah datang kepadaku ibuku sedangkan ia punya suatu keperluan. Apakah aku penuhi permintaan ibuku itu?” Maka Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Iya, penuhilah permintaan ibumu itu.” (HR Bukhary)

Mengapa kaum ibu sedemikian diutamakan? Karena mereka dari mengandung anak saja sudah merasakan beban memikul tanggung-jawab membesarkan anak-anaknya. Mereka adalah pendamping, penyayang, pengasuh dan pengajar pertama dan utama bagi seorang anak. Ibu adalah yang paling banyak direpotkan oleh anak semenjak mereka masih kecil. Begitu lahir anak menuntut air susu ibunya. Keinginan minum ASI seringkali tidak pandang waktu. Kebiasaan berlaku pada seorang ibu di tengah malam ”terpaksa” bangun mengorbankan waktu istirahatnya demi menyusui buah hatinya.

Seorang ibu juga ketika anaknya buang air besar,Ibulah yang biasanya membersihkan anaknya. Semakin ikhlas seorang ibu mengerjakan semua aktiviti tadi maka semakin rapat si anak dengan dirinya. Di sebalik segala pengorbanan tadi sesungguhnya terjalinlah ikatan hati yang semakin kukuh antara ibu dan anak. Itulah sebabnya ketika seseorang sudah dewasa sekalipun, tatkala dalam kesepian tidak jarang rasa rindu akan belaian tangan ibunya yang penuh kasih sayang terkenang kembali.

Dalam pepatah Arab ada ungkapan berbunyi Al-Ummu madrasah (ibu adalah sekolah). Benar, saudaraku. Seorang ibu merupakan sekolah pertama bagi setiap anak. Ibulah yang pertama kali mengajarkan banyak pelajaran awal tentang kehidupan kepada anak. Apalagi di zaman penuh fitnah seperti sekarang dimana al-ghazwu al-fikri (perang pemikiran/ perang budaya/ perang ideologi) datang menyerbu rumah-rumah kaum muslimin. Serbuan itu datang dari berbagai penjuru. Melalui TV, internet, facebook, buku bacaan, komik, majalah, nyanyian, muzik, pergaulan bahkan dari sekolah formal...! Maka kehadiran seorang ibu yang memiliki wawasan pengetahuan luas menjadi laksana penjaga benteng terakhir bagi anak-anaknya. Ibulah yang bertugas menghalang, memerhati dan mengarahkan anak-anak menghadapi berbagai serbuan perang budaya tadi.

Di masa kita dewasa ini saat mana faham ateisme, materialisme, sekularisme, liberalisme dan pluralisme begitu dominan mewarnai kehidupan masyarakat dunia, maka kehadiran seorang ibu sendirian mendampingi anak-anaknya kadang dirasa kurang memadai. Sehingga kerjasama antara ayah-mukmin dan ibu-mukminah sangat diperlukan. Dalam dunia moden anak-anak kita sangat perlu perhatian dan tunjukajar dari kedua orang-tuanya sekaligus untuk meng-counter serangan musuh-musuh Islam yang pengaruh buruknya semakin hari semakin hegemonik.

Betapapun, seorang ayah tidak mungkin diharapkan untuk terus-menerus berada di rumah karena tuntutan mencari ma’isyah (nafkah) bagi anak-isterinya. Oleh kerananya kehadiran dan keaktifan peranan seorang ibu di rumah mendampingi anak-anaknya menjadi sangat strategi. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyatakan hadir dan aktifnya seorang ibu mendampingi anak-anaknya di rumah dengan aktifitas jihad fi sabilillah yang dilakukan oleh kaum pria di medan perang menghadapi musuh-musuh Allah.

عن أنس، رضي الله عنه، قال: جئن النساء إلى رسول الله

صلى الله عليه وسلم فقلن: يا رسول الله، ذهب الرجال

بالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى، فما لنا عمل ندرك به

عمل المجاهدين في سبيل الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:

"من قعد -أو كلمة نحوها -منكن في بيتها فإنها تدرك

عمل المجاهدينفي سبيل الله".

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Kaum wanita datang menghadap Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bertanya: “Ya Rasulullah, kaum lelaki telah pergi dengan keutamaan dan jihad di jalan Allah. Adakah perbuatan bagi kami yang dapat menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah?” Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Barangsiapa di antara kalian berdiam diri di rumahnya maka sesungguhnya ia telah menyamai ’amal para mujahidin di jalan Allah.” (HR Al-Bazzar)

Wahai kaum ibu, ikhlaslah dan sabarlah menjaga pos jihad kalian. Didiklah generasi masa depan calon-calon mujahidin dan mujahidat fii sabilillah harapan ummat....!

No comments:

Post a Comment

BUAL BICARA BERSAMA AKIL

ShoutMix chat widget